Baiklah
teman-teman, saya berdiri disini akan bercerita tentang pengalaman di masa
kecil saya. Cerita ini dimulai pada saat saya berumur 2 tahun. Tetapi, saya
tidak ingat apa pengalaman saya. Sehingga saya tidak jadi cerita masa kecil
saya. Oke, kalau begitu saya akan bercerita tentang sesudah masa kecil saya. Ketika
saya sudah berumur 6 tahun, saya pertama kalinya masuk sekolah, yaitu TK. Tahun
berikutnya, sekolah saya pindah ke SD. 6 tahun kemudian, saya pindah lagi,
yaitu ke SMP.
Pada saat SMP kelas
9 lah saya memiliki pengalaman yang cukup bagus untuk di kenang, tepatnya pada
tanggal 23 Nopember 2014. Kira-kira 1 bulan sebelumnya, saya mendapat info ada
lomba 4 pelajaran yang diselenggarakan oleh SSC dan setiap peserta akan
mendapat satu cup es krim. Seketika itu, saya sama sekali tidak tertarik untuk
mengikutinya. Setelah hari demi hari dilewati, tanggal 22 Nopember 2014 pun
tiba. Entah kenapa, saya tiba-tiba ingin sekali mengikuti lomba itu. Keesokan
harinya, kira-kira 30 menit sebelum lomba dimulai, saya baru mendaftar untuk
menjadi peserta dan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp6.000,00.
Karena di setiap
ruang lomba sudah ada daftar nama peserta dan nama saya tidak ada, saya akhirnya
memutuskan untuk santai saja dan masuk ruang. Ternyata, dari 20 peserta di
ruangan yang saya tempati ini, hanya ada 2 laki-laki dan 18 lainnya perempuan.
Saya pun duduk paling belakang. Ketika absen peserta di ruangan ini sudah
dimulai sampai selesai, nama saya tidak terpanggil dan pengawas pun datang
menghampiri saya dan bertanya kepada saya. Setelah selesai acara tanya jawab,
soal pun dibagikan secara merata oleh pengawas dan semua peserta pun bergegas
mengerjakannya.
2 jam kemudian, LJK
dikumpulkan dan semua peserta keluar ruangan serta berhak mengambil 1 cup es
krim dan menikmatinya sambil melihat hiburan yang ada. Setelah menunggu
beberapa jam, akhirnya tiba saatnya pengumuman hasil lomba. Awalnya saya duduk
bersama teman-teman di samping panggung. Saya pun iseng melihat hasil lomba
yang di pegang oleh pembawa acara dari belakang dan saya melihat nama saya ada
di kertas itu. Saya kembali berjalan menuju tempat semula untuk duduk bersama
teman-teman dan saya berkata “Saya juara 1” dengan cara bicara yang sangat
santai.
Setelah saya
dipanggil untuk naik ke panggung dan menempati tempat yang telah disediakan,
saya sangat bangga bisa menjadi juara 1 dari semua peserta yang ada. Kemudian
saya dipersilahkan untuk turun panggung dan saya tidak segera menuju tembok
pengumuman hasil lomba yang berisi daftar nilai dari semua peserta. Sebelum
saya melihat di tembok pengumuman, saya mendapat ucapan selamat dari guru dan
teman-teman yang kenal dengan saya. Setelah itu, saya menuju tembok pengumuman
dan melihat nilai saya. Tanpa di duga, nilai salah satu pelajaran saya mendapat
nilai sempurna, yaitu matematika.
Beberapa saat
kemudian, saya pun pulang ke rumah saya sendiri dengan membawa piala, piagam
penghargaan dan uang pembinaan. Hadiah lain yang diberikan SSC adalah voucher
les gratis selama 1 tahun. Biasanya hadiah seperti itu akan dimanfaatkan
sebaik-baiknya dengan cara mengikuti les gratis tersebut. Tapi, saya waktu itu
sama sekali tidak tertarik untuk mengikuti les gratis itu. Sehingga voucher les
gratis tersebut masih ada di rumah saya sampai saat ini.
Sejak saat itu saya
cukup dikenal banyak teman di SMP ( hanya kenal ) dan saya pun tidak semua
kenal dengan mereka. Saya juga dipercaya oleh pihak sekolah untuk mengikuti
lomba di beberapa SMA di kabupaten Ponorogo. Yang pertama, di SMAN 3 Ponorogo
yang dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 2015. Disana saya mengikuti lomba
matematika bersama 2 orang adik kelas yang masih kelas 8. Kami bertiga masuk
ruang lomba dan berjuang untuk menjawab soal dengan benar.
2 jam kemudian,
semua peserta keluar dari ruang lomba dan menuju aula untuk menikmati promosi
sekolah. Setelah beberapa jam, pengumuman juara pun tiba. Akhirnya saya
mendapat juara 2 dari ratusan peserta lain dari berbagai penjuru Kabupaten
Ponorogo. Dan membawa pulang piala dan diberikan ke sekolah saya. Pengumuman
selesai, saya dan teman-teman seperjuangan berkumpul untuk bersama-sama
membahas soal yang telah kami kerjakan dengan guru pembina kami.
Ada salah satu
nomor yang kami debatkan, yaitu nomor 35. 2 adik kelas saya kompak menjawab
huruf A dan sependapat dengan guru pembina, tetapi saya menjawab huruf B.
Mereka bertiga sangat yakin jawaban yang benar adalah A dan menyalahkan saya
karena telah menjawab B. Padahal sudah saya kasih tahu bahwa jawaban yang benar
adalah B, tetapi mereka tetap tidak setuju dengan jawaban saya. Padahal mereka
salah. Akhirnya saya yang sendirian kalah debat dengan tiga orang yang salah.
Setelah saya lihat
lagi soalnya, saya bisa memastikan dari 40 soal yang ada, 36 nomor benar, 2
nomor tidak saya jawab karena belum bisa, dan 2 nomor tidak ada jawaban, dan
anehnya saya tetap menjawab soal yang tidak ada jawabannya. Uniknya, nomor yang
tidak saya jawab adalah nomor 3 dan 33 di SMA 3, serba angka 3.
Yang kedua, di SMA
Muhipo pada tanggal 7 Februari 2015. Disana menggunakan sistem 2 babak, yaitu
babak penyisihan dan babak final. Pada saat itu pun saya satu-satunya peserta
dari SMP 1 Balong yang kelas 9 dan yang lain masih kelas 8. Padahal, besoknya
saya dan teman-teman kelas 9 akan mengikuti try out. Babak penyisihan saya
mendapat nilai tertinggi dan akhirnya masuk babak final dan hanya diambil 3
orang dengan nilai tertinggi. Teman
rombongan saya banyak yang merasa sangat lapar karena menunggu saya yang sedang
mengerjakan soal babak final. Kasihan ya mereka ??
Sialnya, saat semua
peserta sedang asyik menikmati hidangan soal babak final yang ada dan hampir
selesai, tiba-tiba listrik nya mati. Akhirnya, dengan terpaksa semua peserta
mengulang lagi mengerjakan soal yang sama. Dan saya sendiri kebingungan melihat
kertas coret-coretan karena sangat tidak jelas untuk dilihat untuk kedua
kalinya. Saya pun merosot dan hanya mendapat juara 3.
Yang ketiga, di
SMAN 1 Ponorogo pada tanggal 21 Februari 2015. Saya lomba disini mendapatkan
pengalaman yang mungkin aneh bagi kalian. Saya adalah satu-satunya peserta dari
SMPN 1 Balong yang mengikuti OG, padahal masing-masing sekolah lain mengirimkan
pesertanya lebih dari satu, bahkan ada yang ratusan. Pada saat dimulai lomba
babak pertama, saya datang terlambat dan yang lebih parahnya saya salah masuk
ruang lomba. Betapa malunya saya. Tidak hanya terlambat di babak pertama saja,
babak kedua pun kesalahan yang sama terulang lagi, yaitu terlambat. Padahal saya
sudah menunggu di teras BK dan ruang lomba berada di sebelah timur UKS.
Ceritanya belum selesai.
Beberapa tahun
sebelumnya, saya juga memiliki pengalaman yang cukup berbahaya untuk dilakukan,
yaitu terjun bebas. Terjun bebas itu saya lakukan saat saya masih berumur
kurang lebih 3 tahun di ketinggian 150 cm. Terjun bebas yang dilakukan oleh
ahli biasanya dilengkapi dengan alat pengaman yang sangat lengkap dan pendaratan
yang baik. Beda dengan saya, terjun bebas yang saya lakukan ini tanpa alat pengaman
sedikitpun dan mendarat pada tempat yang tidak biasanya, yaitu besi runcing
dengan kepala mendarat lebih dahulu.
Ketika itu saya
hanya bisa diam tak berbicara. Karena darah yang keluar dari dahi sudah
menutupi seluruh wajah saya hingga bagian perut. Saya pun dibawa ke dokter
untuk diobati luka pendaratan saya. Baju saya yang awalnya berwarna putih
seketika berubah menjadi merah karena darah. Bekas pendaratan yang pernah saya
lakukan waktu itu sampai sekarang masih ada. Masih ada lagi.
Beberapa menit yang
lalu, saya sebenarnya ingin menceritakan pengalaman saya yang lain yang lebih
bagus lagi. Tapi, saya tidak memiliki cerita lagi untuk di ceritakan kepada
teman-teman. Sehingga saya tidak jadi melanjutkan cerita yang lain.
Jadi, pesan yang bisa di ambil
dari cerita tadi adalah :
1. “Jika
anda ingin menjadi juara 1 dalam suatu perlombaan, mendaftarlah 30 menit
sebelum lomba dimulai”
2. “Jangan
salah masuk ruang dan mengulang kesalahan yang sama”
3. “Jika
ingin terjun bebas, jangan mendarat dengan kepala di bawah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar